A.
Pengertian
Bimbingan Konseling Dengan Pendekatan Qur’ani
Hakekat
bimbingan dan konseling Islami adalah upaya membantu individu belajar mengembangkan fitrah dan atau kembali kepada fitrah, dengan cara
memberdayakan (enpowering) iman, akal, dan kemauan yang dikaruniakan Allah Swt.
kepada individu untuk mempelajari tuntunan Allah dan rasul-Nya, agar fitrah
yang ada pada individu itu berkembang dengan benar dan kokoh sesuai tuntunan
Allah Swt.
Dari
rumusan diatas, dikatakan bahwa konseling Islami adalah aktifitas yang bersifat
“membantu”, karena pada hakekatnya individu sendirilah yang perlu hidup sesuai
tuntunan Allah (jalan yang lurus) agar mereka selamat. [1]
Pihak
yang membantu adalah konselor, yaitu seorang mu’min yang memiliki pemahaman
yang mendalam tentang tuntunan Allah dan mentaatinya. Bantuan itu terutama berbentuk
pemberian dorongan dan pendampingan dalam memahami dan mengamalkan
syari’at Islam. Dengan memahami dan mengamalkan syari’at Islam itu diharapkan
segala potensi yang dikaruniakan
Allah kepada individu agar bisa berkembang optimal. Akhirnya diharapkan agar
individu menjadi hamba Allah yang muttaqin
mukhlasin, mukhsinin, dan mutawakkilin;
yang terjauh dari godaan syetan, terjauh dari tindakan maksiat, dan ikhlas
dalam melaksanakan ibadah kepada Allah Swt.
Karena
posisi konselor bersifat membantu, maka konsekuensinya individu sendiri yang
harus aktif belajar memahami dan
sekaligus melaksanakan tuntunan Islam
(Al-Qur’an dan sunnah rasul-Nya). Pada akhirnya diharapkan agar individu
selamat dan memperoleh kebahagiaan yang sejati di sunia dan akhirat, bukan
sebaliknya kesengsaraan dan kemelaratan di dunia dan akhirat.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut
diatas maka dibuatlah model pendekatan Qur’ani dalam bimbingan dan konseling. Bimbingan dan Konseling Qur’ani adalah upaya membantu
individu belajar mengembangkan fitrah dan atau kembali kepada fitrah, dengan
cara memberdayakan (enpowering) iman, dan kemauan yang dikaruniakan Allah SWT
kepadanya untuk mempelajari tuntunan Allah dan Rasul-Nya, agar fitrah yang ada pada
individu itu berkembang dengan benar dan kokoh sesuai tuntunan Allah SWT. [2]
B.
Alasan
Pentingnya Menjadikan Al-Qur’an Sebagai Rujukan Dalam Konseling
Ada
beberapa alasan pentingnya menjadikan Al-Qur’an sebagai rujukan dalam konseling:
- Subjek yang dibimbing Allah adalah manusia, manusia adalah ciptaan Allah SWT. Allah tentu lebih mengetahui rahasia makhluk ciptaan-Nya, Allah tentu lebih mengetahui potensi yang dikaruniakan kepada mereka dan bagaimana perkemmbangannya, Allah tentu lebih mengetahui bagaimana pula mengatasinya. Hasbi menyatakan bahwa tidak mungkin membangun manusia hanya berpegang pada pengalaman tanpa petunjuk dari dzat yang maha menciptakan manusia.
- Informasi-informasi penting untuk membantu mengembangkan dan mengatasi segala persoalan yang dihadapi manusia terdapat dalam Al-Qur’an yang dibawa oleh baginda Rasulullah SAW. Oleh karena itu, dalam memahami Al-qur’an perlu dipahami pula sunnah rasulNya.
- Al-Qur’an adalah panduan hidup bagi manusia, ia adalah pedoman bagi setiap pribadi dan undang-undang bagi seluruh masyarakat. Didalamnya terkandung pedoman praktis bagi setiap pribadi dalam hubungannya dengan Tuhannya, keluarga, lingkungan sekitar, sesama muslim, non muslim baik yang berdamai maupun yang memeranginya, serta untuk diri sendiri. Individu yang mengikuti panduan ini pasti selamat dalam hidupnya di dunia maupun akhirat
- Al-qur’an adalah kitab suci yang dijamin terpelihara keasliannya oleh Allah, dan bagi siapa yang hendak memahaminya, Allah memudahkan pemahamannya.
- Al-Qur’an sebagai kitab Allah menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran islam dan berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat
- Untuk membimbing manusia dibutuhkan pegangan berupa rujukan yang benar dan kokoh., padahal tidak ada rujukan yang paling benar dan lebih kokoh selain yang bersumber dari Allah SWT[3]
C.
Tujuan
Bimbingan dan Konseling Qur’ani
Dalam
kegiatan bimbingan, individu perlu dikenalkan siapa sebenarnya dia, aturan yang
harus dipatuhi, larangan yang harus dijauhi, serta tanggung jawab dari apa yang
mereka kerjakan selama hidup di dunia. Dalam belajar memahami diri dan memahami
aturan Allah yang harus dipatuhi tidak jarang mereka mengalami kegagalan, oleh
sebab itu mereka membutuhkan bantuan khusus yang disebut “konseling”.
Arah
yang ditempuh dalam melakukan pelayanan konseling adalah menuju pada pengembangan
fitrah dan atau kembali kepada fitrah.
Dari rumusan ini bisa dipahami bahwa dorongan dan atau pendampingan belajar
tersebut dimaksudkan agar secara bertahap individu mampu mengembangkan fitrah dan sekaligus kembali kepada fitrah yang dikaruniakan Allah SWT kepadanya.
Dari
rumusan diatas tampak pula bahwa bimbingan dan konseling Qur’ani bukan hanya
bersifat “developmental” tetapi juga “klinis”, artinya dalam konseling Qur’ani
nilai-nilai agama (Al-Qur’an) bukan hanya dijadikan rujukan bagi pengembangan fitrah tetapi juga rujukan
dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi individu, konseling Qur’ani bukan hanya berorientasi pada pengembangan
potensi, tetapi juga membantua individu mengatasi hal-hal yang bisa merusak
perkembangan potensi (fitrah). [4]
Tujuan bimbingan dan konseling Qur’ani
dibagi menjadi tiga bagian, yakni sebagai berikut
- Tujuan jangka pendek yang ingin dicapai melalui kegiatan bimbingan adalah agar individu memahami dan mentaati tuntunan Al-Qur’an. Dengan tercapainya tujuan jangka pendek ini diharapkan individu yang dibimbing dapat terbina iman (fitrah) individu hingga membuahkan amal saleh yang dilandasi dengan keyakinan yang benar yakni:
a.
Manusia
adalah makhluk ciptaan Allah yang harus selalu tunduk dan patuh pada segala
aturan-Nya.
b.
Selalu
ada kebaikan (hikmah) di balik ketentuan (taqdir) Allah yang berlaku atas
dirinya
c.
Manusia
adalah hamba Allah, yang harus ber-ibadah kepada-Nya sepanjang hayat.
d.
Ada
fitrah (iman) yang dikaruniakan Allah kepada setiap
manusia, jika fitrah
iman dikembangkan
dengan baik, akan menjadi pendorong, pengendali, dan sekaligus pemberi arah
bagi fitrah jasmani, rohani, dan nafs akan membuahkan amal saleh yang menjamin
kehidupannya selamat di dunia dan akhirat.
e. Esensi
iman bukan sekedar ucapan dengan mulut, tetapi lebih dari itu adalah
membenarkan dengan hati, dan mewujudkan dalam amal perbuatan.
f. Hanya dengan melaksanakan syariat agama
secara benar, potensi yang dikaruniakan Allah kepadanya bisa berkembang optimal
dan selamat dalam kehidupan di dunia dan akhirat yang tampil dalam bentuk kepatuhan terhadap hukum-hukum
Allah dalam
melaksanakan amanah yang dibebankan kepadanya, dan ketaatan dalam beribadah sesuai tuntunan-Nya.[5]
2. Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai adalah agar
individu yang dibimbing secara bertahap bisa berkembang menjadi pribadi kaffah, dan secara bertahap mampu
mengaktualisasikan apa yang diimaninya itu dalam kehidupan sehari – hari, yang
tampil dalam bentuk kepatuhan terhadap hokum-hukum Allah dalam melaksanakan
tugas kekhalifahan di bumi, dan ketaatan dalam beribadah dengan mematuhi segala
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya[6]
3. Tujuan akhir yang ingin dicapai melalui bimbingan adalah
agar individu yang dibimbing selamat dan bisa hidup bahagia di dunia dan
akhirat.[7]
D.
Langkah-Langkah
dan Proses Bimbingan Konseling Qur’ani
Langkah-langkah dan proses bimbingan konseling
antara lain dapat di dasarkan pada QS. Yunus [10]: 57 yang artinya :
Hai manusia, sesungguhnya telah
datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit
(yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang
beriman )QS. Yunus [10]: 57. [8]
Ayat di atas menegaskan adanya
empat fungsi Al-Qur’an, yaitu: pengajaran, obat,
petunjuk dan rahmat. Penerapan terhadap empat fungsi
ini, dapat dibentangkan secara bertahap bahwa pengajaran Al-Qur’an untuk
pertamakalinya menyentuh hati yang masih diselubungi oleh kabut keraguan,
kelengahan dan aneka sifat kekurangan. Dengan sentuhan pengajaran itu, keraguan
berangsur sirna dan berubah menjadi keimanan, kelengahan beralih sedikit demi
sedikit menjadi kewaspadaan. Demikian pula dari saat ke saat yang akan datang,
sehingga ayat-ayat Al-Qur’an menjadi obat bagi aneka ragam penyakit ruhani.
Dari sini, jiwa manusia akan menjadi lebih siap meningkat dan meraih petunjuk
tentang pengetahuan yang benar dan makrifat tentang Allah.
Al-Alusi dalam tafsirnya mengatakan
bahwa ayat di atas adalah mengisyaratkan pada jiwa manusia akan mencapai
derajat dan keuntungan secara sempurna bila berpegang teguh pada al-Qur’an
melalui empat tahapan, yaitu:
1. Tahap
dan proses membersihkan segala aktivitas yang tampak dengan meninggalkan
berbagai tindakan yang tidak patut dilakukan sebagaimana di isyaratkan dalam
kata al-mau`idhah.
2. Membersihkan
prilaku psikologis dari berbagai keruskan akidah dan dari berbagai prangai yang
tercela sebagaimana diisyaratkan dalam ayat syifa’ lima fi al-shudur.
3. Menghiasi
jiwa dengan akidah yang benar dan akhlak terpuji. Hal ini tidak bisa didapatkan
kecuali dengan hidayah.
4. Pemusatan
terhadap cahaya rahmat ilahiah dengan jiwa yang sempurna dan siap menerima
kesempurnaan lahir maupun batin.[9]
Keempat langkah yang terkait dengan
langkah-langkah bimbingan konseling sebagaimana di atas sebenarnya dapat
disederhanakan menjadi tiga tahap. Yakni :
1. proses takhalli, yaitu pembersihan terhadap
hal-hal yang bersifat lahiriah, sperti prilaku, tindakan dan aktivitas yang
menyimpang (mauidhah) dan bersifat batiniah, seperti kekeliruan akidah, dan
akhlak yang tercela (syifa’).
2. proses
tahalli, yaitu pemberian dan pengisian jiwa yang bersih dengan akidah yang
benar dan akhlak terpuji (hidayah).
3. proses
tajalli, yaitu pemusatan ruhaniah atau spiritual tertinggi menuju tinggkatan
rabbaniah dan ilahiah (yang disebut sebagai rahmat).
Jika
konseling merujuk pada nilai-nilai yang terkandung dalam kitab suci dan sunnah
rasul, maka diyakini hasilnya lebih optimal. Namun demikian, dalam konseling
Qur’ani ini tidak dilarang menggunakan rujukan ilmu pengetahuan,
sejauh tidak bertentangan dengan tuntunan agama.[10]
E.
Implikasi
dan Posisi Bimbingan Konseling Qur’ani dalam Dunia Konseling
Bimbingan konseling Qur’ani dengan
berbagai bentuk dan karakterisknya, akan berimplikasi secara signifikan bagi
orang-orang yang berkenan merespon dan mengindahkannya, baik melalui
pendengaran, penghayatan dan tindakan, baik secara harfiah maupun
maknawiyahnya, maka al-Qur’an tetap memberikan manfaat bagi yang meresponnya.
Sebaliknya bagi mereka yang tidak memiliki keimanan terhadap al-Qur’an dengan
segala bentuk dan karakteristiknya, maka boleh jadi al-Qur’an tidak akan
memberikan manfaat apa-apa kecuali semakin membuat kerugian untuk
selama-lamanya.
Implikasi bimbingan konseling
Qur’ani dalam kehidupan umat manusia antara lain dapat dipetakan menjadi tiga
aspek, yaitu:
1. Al-Qur’an
dapat dijadikan sebagai sumber bimbingan konseling terhadap segala gangguan
kerohanian yang berada di dalam hati, sebagaimana diisyaratkan dalam QS Yûnus
[10/51]: 57
2. Al-Qur’an
dapat dijadikan sebagai sumber bimbingan konseling terhadap segala gangguan
jasmaniah yang terkait dengan fisik manusia, sebagaimana diisyaratkan dalam QS
al-Nahl [16/70]: 69
3. Al-Qur’an
dapat dijadikan sebagai sumber bimbingan konseling terhadap segala gangguan
secara holistik (ijtimaiyyah) yang terkait dengan masyarakat dan lingkungannya.[11]
Posisi
konseling Qur’ani dalam dunia konseling pada umumnya bisa dilihat dari dua
sisi, yaitu :
- Dilihat dari Al-Qur’an sebagai rujukan dalam membantu mengembangkan potensi individu dan atau membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi individu, maka bimbingan dan konseling Qur’ani adalah rujukan untuk berbagai arena setting, dan
- tema konseling. Hal ini disebabkan Al-Qur’an adalah pedoman hidup yang pasti bagi manusia seluruhnya dan kitab bagi seluruh bidang kehidupan. Baik dalam kehidupan pribadi, kelompok, keluraga, kehidupan bersama, pendidikan, pernikahan, pekerjaan, menghadapi musibah, sakit dan pengobatan, hingga kehidupan sesudah mati.
- Dilihat dari bimbingan dan konseling Qur’ani sebagai suatu model yang memiliki pandangan hidup tentang hakekat manusia yang paling komprehensif, defenisi konseling, tujuan konseling, peran dan fungsi konselor, tata hubungan konseli dengan konselor, prosedur dan teknik sendiri, dan tidak sama dengan pendekatan yang lain. Maka konseling Qur’ani adalah salah satu dari “model konseling” dengan tema khusus dalam lingkup agama Islam.[12]
F.
Hal
- hal yang Perlu Diperhatikan Konselor dalam Menerapkan Bimbingan Konseling Qur’ani
Dalam mengaplikasikan pendekatan ini,
perlu diingat bahwa :
1.
Konselor harus muslim dan individu yang
dibimbing pun harus muslim. Jika konselornya bukan pemeluk agama islam, maka
dikhawatirkan akan terkesalahan-kesalahan dalam memahami dan memaknai informasi
yang bersumber dari agama
2.
Individu yang dibimbing juga harus
muslim, jika bukan orang muslim seyogyanya tidak digunakan, sebab saran-saran
yang harus diikuti dalam pendekatan inni bermuatan ibadah. Tidak akan mungkin
ibadah didirikan jika tidak ada fondasi iman dibawahnya. Namun demikian, dalam
hal-hal yang bersifat umum (bukan bermuatan ibadah) bisa juga model ini
digunakan pada konseli non-muslim.
Konselor
bukan hanya sekadar apa yang diucapkan tetapi lebih dari itu adalah apa yang
ditampilkan oleh diri dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya konselor
dalam melaksanakan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling harus :
- Sudah sewajarnya dan bahkan seharusnya menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup bagi diri sendiri, anggota keluarga dan individu yang dibimbingnya meskipun ada orang lain yang tidak menyukainya
- Kewajiban seorang muslim jika ajaran Al-Qur’an telah sampai padanya maka ia sami’na wa atho’ na (saya mendengar dan saya patuh)
- Hanya dengan rajin membaca dan memelajari dan mematuhi tuntutan Al-qur’an, kehidupan diri dan keluarga akan tentram dan patut diteladani orang yang dibimbing
1. Yakinlah
bahwa al-Qur’an adalah rujukan yang paling kokoh disepanjang zaman untuk
membimbing manusia di alam semesta ini, ia adalah panduan yang dibuat oleh
Dzat Maha Menciptakan manusia guna keselamatan
manusia di dunia dan akhirat
2. Diperlukan
waktu panjang untuk bisa memahami kandungan Al-Qur’an secara benar, oleh sebab
itu perlu menyisihkan waktu khusus dengan niat tulus untuk secara rutin belajar
bahasa Al-Qur’an.
3. Bagi
yang belum bisa membaca AL-qur’an dengan lancer, perlu membaca Al-qur’an secara
benar, banyak media yang bisa dimanfaatkan untyk belajar Al-Qur’an antara lain
menggunakan aplikasi Holy Qur’an. Kalau orang buta dan anak-anak saja banyak
yang mampu menghafal ayat-ayat Al-Qur’an secara baik, bukankah orang dewasa dan
bisa membaca lebioh mungkin untuk memahami dan menghafal ayat-ayat Al-Qur’an.
Oleh sebab itu, jangan pesimis, tetapi yakinlah bahwa Allah SWT berkuasa untuk
memudahkannya.
4. Ada
baiknya secara bertahap belajar tafsir Al-qur’an baik langsung kepada ahlinya
maupun melalui buku-buku tafsir Al-Qur’an dan juga buku-buku yang ditulis
dengan mendasarkan AL-qur’an sekalipun hanya setengah jam dalam sehari
5. Jauhi
tindakan maksiat sekecil apapun sebab ilmu Allah tidak mau melekat pada ahli
maksiat
6. Jauhi
pula makanan dan minuman yang haram agar jiwa selalu bersih dan tenang
7. Biasakan
bergaul dengan orang-orang shaleh agar diri selalu terjaga[13]
Tidak ada teori buatan manusia yang
kokoh sepanjang zaman, sementara problem yang dihadapi manusia semakin berat dan
sulit, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak selalu mampu
menjangkaunya. Teori yang mengandung kebenaran abadi hanya Al-Qur’an yang datang
datang dari Dzat yang maha mengetahui masa lalu dan masa datang yang mengetahui
yang Nampak mata dan yang ghaib, yang kandungannya sempurna dan kebenarannya mutlak
sepanjang zaman.
Hampir tidak ada bidang kehidupan ini
yang tidak disebut dalam Al-Qur’an, baik kehidupan saat ini, sebelum lahir dan
kehidupan sesudah mati. Seorang konselor hendaknya mencari rujukan dalam
menyelesaikan masalah apa saja ada rambu-rambunya dalam Al-Qur’an dan
dijelaskan oleh Rasul-Nya. Namun demikian, hasilnya tidak selalu cepat bisa
dilihat secara cepat dengan mata, hal ini dimungkinkan karena :
- Caranya belum benar
- Ada prasyarat yang belum terpenuhi
- Mungkin keberhasilan itu ditunda oleh Allah sekadar untuk menguji kesabaran hambanya
- Mungkin Allah tidak meridhoi “sesuatu” (upaya, permintaan, aktivitas) yang dilakukan seseorang karena sebenarnya ada hikmah yang untuk sementara waktu belum ditampakkkan oleh Allah.
Oleh sebab itu, jika ternyata dalam
praktik belum berhasil, seyogyanya tidak lekas berputus asa, mungkin perlu
mengoreksi diri.
G.
Kesimpulan
Bimbingan dan
Konseling Qur’ani adalah upaya membantu individu belajar mengembangkan fitrah
dan atau kembali kepada fitrah, dengan cara memberdayakan (enpowering) iman,
dan kemauan yang dikaruniakan Allah SWT kepadanya untuk mempelajari tuntunan
Allah dan Rasul-Nya, agar fitrah yang ada pada individu itu berkembang dengan
benar dan kokoh sesuai tuntunan Allah SWT.
Bimbingan dan konseling Qur’ani bukan hanya bersifat
“developmental” tetapi juga “klinis”, artinya dalam konseling Qur’ani
nilai-nilai agama (Al-Qur’an) bukan hanya dijadikan rujukan bagi pengembangan fitrah tetapi juga rujukan
dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi individu, konseling Qur’ani bukan hanya berorientasi pada pengembangan
potensi, tetapi juga membantua individu mengatasi hal-hal yang bisa merusak
perkembangan potensi (fitrah).
Implikasi bimbingan konseling
Qur’ani dalam kehidupan umat manusia antara lain dapat dipetakan menjadi tiga
aspek, yaitu:
- Al-Qur’an dapat dijadikan sebagai sumber bimbingan konseling terhadap segala gangguan kerohanian yang berada di dalam hati, sebagaimana diisyaratkan dalam QS Yûnus [10/51]: 57
- Al-Qur’an dapat dijadikan sebagai sumber bimbingan konseling terhadap segala gangguan jasmaniah yang terkait dengan fisik manusia, sebagaimana diisyaratkan dalam QS al-Nahl [16/70]: 69
- Al-Qur’an dapat dijadikan sebagai sumber bimbingan konseling terhadap segala gangguan secara holistik (ijtimaiyyah) yang terkait dengan masyarakat dan lingkungannya.
[1]
Anwar Sutoyo. 2009. Bimbingan dan
Konseling Islami. Semarang: Widya Karya Semarang, hal 23
[2] https://binham.wordpress.com/2012/04/06/bimbingan-dan-konseling-islami/
diakses tanggal 20 November 2015 pukul 07 : 20 WIB
[3]
Anwar, sutoyo. Op,cit. hlm 34
[4]
Anwar Sutoyo. Op. cit. hal 25
[5]
http://eprints.umk.ac.id/1042/6/5_-_Gudnanto.pdf Diakses tanggal 20 November 2015 pukul 08 :
15 WIB
[6]
Sutoyo,Anwar.2007.Bimbingan
dan Konseling Islami (Teori dan Praktek). Semarang: Cipta Prima
Nusantara
[7]
Sutoyo Anwar. op,cit. hlm 29
[10]
Anwar sutoyo, op,cit. hlm 26
[12]
Anwar Sutoyo. Op. Cit. hal 29
[13]
Anwar Sutoyo. Op,cit . hlm 31